Monday, May 21, 2007

Desentralisasi Desa

Desentralisasi Desa Menempatkan Pemuda Sebagai Agen Of Change

Angin segar reformasi telah mambawa perubahan pada sistem pemerintahan Bangsa Indonesia, sentralisasi yang diterapkan selama pemerintahan Orde baru kini telah tergusur oleh penerapan desentralisasi daerah. Dengan penerapan sistem desentralisasi diharapkan mampu melepaskan daerah, khususnya desa dari belenggu cengkeraman negara yang tanpa batas Namun patut disayangkan, penerapannya masih belum sepenuhnya berjalan lancar. Desenralisasi yang seharusnya menjadi pintu kehidupan sejahtera dalam bingkai masyarakat desa masih belum mampu mewujudkan kondisi tersebut. Pada jaman soeharto, desa kerap menjadi objek kekuasaan melalui seperangkat aturan hukum. Peraturan yang membuat desa semakin hari semakin mengkerut. Institusi/kelembagaan – kelembagaan telah dijinakan melalui pendekatan - pendekatan budaya yang telah diciptakan oleh penguasa saat itu. Tokoh – tokoh masyarakat beserta aparat desa telah ditetapkan oleh pemerintah pusat guna menunjang kelanggengan pemerintahannya. Desa selalu identik dengan kemelaratan dan hamparan sawah luas. Organisasi lokal seperti LKMD maupun karang taruna hanya dijadikan tangan panjang pemerintah pusat dalam mengawasi daerah. Hal ini didasarkan pada keterlibatan keduanya dalam kancah politik desa. Ketua LKMD dijabat oleh kepala desa yang dalam hal ini merupakan bawahan dari camat sehingga secara tidak langsung juga merupakan boneka mainan Soeharto. Kepala desa tidak bertanggung jawab pada rakyatnya namun pada bupati yang telah menetapkan dan mangangkatnya, merujuk pada aturan perundangan UU No 5 Tahun 1979. Sedang karang taruna yang seharusnya merupakan wadah serta penempaan generasi muda hanya diisi sebatas kegiatan – kegiatan keolahragaan, itupun harus mendapat persetujuan dahulu dari aparat desa. Pemberdayaan pemuda dalam ranah perpolitikan desa pun masih sangat terbatas.
Dari catatan sejarah, pemerintahan orde baru telah mendasarkan sistem pemerintahan sentralisasi otoriter. Tidak sedikit undang – undang dibuat dan ditetapkan guna menopang program tersebut, satu diantaranya UU No 5 Tahun 1979. Pada prinsipnya, UU tersebut bertujuan menyeragamkan tata pemerintahan desa secara nasional tanpa memperhatikan kondisi kultur dan sosial yang berlaku. Oleh karena itu, apa yang terjadi pada pemerintahan desa saat ini tidak terlepas dari pada pengaruh pemakaian sistem tersebut dalam jangka waktu lama. Meskipun kini rezim tersebut telah tumbang namun pemerintahan desa masih belum dapat terlepas dari belenggu cengkeraman sistem orde baru. Pemerintahan desa yang masih dipengaruhi oleh pemikiran – pemikiran tokoh masyarakat tua menyebabkan virus orde baru masih dapat bertahan dalam ganasnya arus reformasi dan desentralisasi. Masyarakat desa masih mempercayai tokoh, yang pada hakikatnya tidak ada standart kompetensi yang pasti mengenei sebutan sebagai tokoh.
Sementara di era otonomi seperti sekarang, ketergantungan desa pada pihak luar masing sangat tinggi. Roda pemerintahan desa masih jauh dari apa yang dicita- citakan layaknya sebuah organisasi. Padahal jika melihat sistem otonomi yang diterapkan saat ini, desa merupakan sebuah basic goverment yang akan menopang kelangsungan sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kekuatan negara dan bangsa saat ini ditentukan dari kekuatan arus bawah bukan lagi oleh pemerintah pusat. Tetapi sebagian masyarakat menilai bahwa otonomi daerah kelihatan hanya menyodorkan ruang keterbukaan pada rakyat. Pendapat tersebut tidak dapat kita persalahkan, sebab secara subtansi ekonomi, otonomi ditujukan untuk mampu mengeser ketidakadilan dan kesenjangan sosial dalam tatanan masyarakat. Namun kenyataannya hal tersebut belum dapat dirasakan pada sebagian besar masyaratkat pedesaan di Indonesia. Oleh karena itu bagi sebagian besar mereka, ada dan tidaknya otonomi, adalah sama bagi desa. Desa tetaplah desa yang tetap sama kondisinya.
Ditengah impitan permasalahan tersebut, peran pemuda desa dalam menentukan arah masa depan daerahnya sangat diperlukan. Pemuda, khusunya dalam hal ini pemuda desa merupakan garda terdepan dalam mencapai otonomi desa serta mewujudkan desa menjadi layaknya sebuah organisasi yang mampu menopang pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Namun, apa kiranya yang telah merubah pemuda desa menjadi hero dalam negara ini ?. Hal ini tidak dapat terlepas atas lahirnya UU No 32 Tahun 2004 mengenei desentralisasi daerah.
Pengertian desentralisasi menurut UU No 32 tahun 2004 adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dari pengertian tersebut terlihat prinsip pemerintahan desentralisasi yang dikembangkan pemerintah saat ini mendasarkan sistem dari bawah ke atas. Desa menjelma sebagai power bangsa ini menuju kemajuan nasional. Atas dasar inilah, muncul sebuah pemikiran bahwa pemuda desa menjadi pioner dalam memperkuat pembangunan nasional.
Pemuda desa harus mampu mengontrol jalannya pemerintahan daerahnya, yang dalam hal ini diartikan desanya. Secara teori implementasi dari UU No 32 tahun 2004 akan melahirkan sistem desentralisasi keuangan desa. Menurut Sunaji Zamroni (IRE Yogyakarta) konskuensi dari desentralisasi keuangan ini bagi pemerintah desa, harus mau serta mampu mengelola keuangan desanya secara transparan, partisipatif dan akuntabel. Pembahasan tentang desentralisasi keuangan desa, pada dasarnya menyoal seputar kapasitas keuangan yang dimiliki oleh suatu desa. Termasuk dalam uraian ini adalah sumber-sumber keuangan itu dari mana, alokasinya untuk apa, pengelolaannya seperti apa serta kontrol maupun pertanggungjawabannya bagaimana. Dalam konteks desentralisasi keuangan tersebut, tujuan transfer keuangan yang ingin dicapai adalah mengurangi kesenjangan fiskal (fiscal gap) yang terjadi antar desa, baik dalam konteks pemenuhan fasilitas pelayanan publik maupun penyediaan infrastruktur yang mendorong peningkatan pendapatan perkapita masyarakat desa.
Merujuk pada pernyataan tersebut, peran masyarakat sebagai kontrol keuangan sangat dibutuhkan guna pembangunan desa, terutama peran pemuda. Lantas kenapa harus memilih pemuda ?. Dalam ulasan sebelumnya menunjukan bagaimana pemuda lebih memiliki idealisme dan pemikiran – pemikiran yang inovatif di banding dengan generasi tua. Oleh karena itu, Pemuda harus siap berpartisipasi pembangunan desa. Generasi muda merupakan aset yang dimiliki desa guna persiapkan menuju cita – cita desentralisasi desa. Optimisme dan keberanian serta tanggung jawab generasi muda merupakan modal dasar guna menuju ke arah tersebut.
Sudah saatnya pemuda desa di negeri ini berdiri dan bahu membahu memberikan sumbangsih dalam membangun daerahnya. Dalam upaya mewujudkan hal tersebut ada beberapa hal yang menurut saya pribadi harus dilakukan oleh generasi muda. Pertama, Berperan aktif melalui Karang Taruna untuk meningkatkan perannya dalam ranah pembangunan. Karang Taruna merupakan organisasi yang sangat berperan dalam pemberdayaan pemuda. Kaderisasi didalamnya telah mampu menumbuhkan jiwa – jiwa pemuda sebagai agen of change (agen perubah) dan social control. Pembina Karang Taruna Nasional yang juga Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah, memaparkan karang taruna sebagai agen pembaruan, agen pencerahan dalam pembangunan memberantas kemiskinan karena sangat dekat dengan masyarakat akar rumput. Pada kesempatan lain, Bupati Purwakarta, Drs. H. Lily Hambali Hasan, M.Si pernah menegaskan akan peran penting Karang Taruna dalam bidang pembangunan bangsa. Menurut beliau disaat mengisi acara Pelantikan Pengurus Karang Taruna Kab. Purwakarta Masa Bhakti 2005-2009 dan HUT Karang Taruna ke-45, karang Taruna diharapkan menjadi mitra pemerintah, bersama dengan komponen-komponen pemuda lainnya untuk membangun Purwakarta. Karena para pemuda merupakan agen pembangunan sekaligus agen perubahan yang sangat penting dalam menentukan maju mundurnya suatu bangsa. Menanggapi pernyataan ini, Ketua Karang Taruna Propinsi Jawa Barat, Drs. H. Aji Abdul Wahid, MSi, mengemukakan bahwa Karang Taruna merupakan labolatorium sosial yang bisa mencetak kader/pemuda menjadi mandiri, berprestasi dan mempunyai kesetiakawanan sosial yang tinggi. Hal senada juga pernah disampaikan oleh Ketua Karang Taruna Kabupaten Bantul Drs. Edi Purwandi M. Si, menurut beliau pemuda karang taruna merupakan pemuda yang tetap tinggal di desa yang diharapkan akan menjadi pelopor pembaharuan desa, mereka tidak ikut-ikutan menjadi pekerja di kota-kota besar pada umumnya. Dengan demikian optimisme pemuda yang terkandung dalam karang taruna diharapkan mampu memberikan inovasi – inovasi baru dalam pembangunan maupun sistem pemerintahan daerahnya.
Kedua, melibatkan diri dalam ranah politik desa baik secara langsung maupun tak langsung. Semisal menerjunkan diri dalam BPD (Badan Perwakilan Desa) atau sebagai pengurus LPM (Lembaga Pemberdayaan Masyarakat). Dengan demikian kita Generasi muda, mampu merevisi pemikiran – pemikiran konservatif masyarakat selama ini yang menyerahkan sepenuhnya pemerintahan desa kepada tokoh tua dan aparat desa. Masyarakat akan sadar bahwa tanggung jawab pembangunan desa juga terletak pada diri setiap warga desa. Dilain sisi dengan melibatkan diri dalam politik desa, kita generasi muda bisa menjadi batu tapal aparat desa agar terhindar dari praktek – praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme), sistem desentralisasi yang diterapkan saat ini rawan akan korupsi di tingkat bawah (pedesaan).
Ketiga, berperan aktif untuk mengadakan kelompok diskusi masyarakat, sering kali masyarakat mengetahui adanya ketidakberesan dalam sistem pemerintahan desa, namun karena kurangnya pengetahuan mereka takut untuk menyalurkannya. Perlu dipikirkan adanya kelompok diskusi masyarakat untuk menampung aspirasi maupun informasi yang ada di masyarakat. Selain itu juga sebagai media masyarakat untuk belajar bermusyawarah. Sebagai catatan kita bersama, bahwa masyarakat desa cenderung menggunakan kekuatan otot dari pada otak, mereka kurang terbiasa menyampaikan pendapat dalam forum – forum diskusi, entah karena kurang dalam segi pemilihan bahasa atau karena masih kurang percaya diri untuk menyampaikan pendapatnya sehingga tampak diam. Sebagai akibatnya ketidakpuasaan mereka disampaikan di luar forum bahkan tidak jarang sampai menimbulkan korban jiwa.
Keempat, generasi muda desa harus tanggap terhadap masalah - masalah kontemporer. Tidak membutuhkan banyak orang untuk sebuah perubahan, namun dibutuhkan pemikiran, keberanian, pengorbanan dari seorang ataupun segelintir orang. Hanya karena Hittler terjadi Perang Dunia, inilah gambaran bagaimana dengan pemikiran seorang mampu merubah pemikiran masyarakat dunia. Sebab itu, pemuda desa harus siap menjadi pioner disaat masyarakat masih terlelap dalam tidurnya. Pemuda harus berani membangunkan masyarakat dari mimpi indahnya, menggerakan masyarakat dari ketakutannya serta menyadarkan masyarakat akan perannya.
Adalah kejadian yang menyedihkan dalam kehidupan masyarakat pedesaan, apabila tidak ada generasi muda yang menyadari akan pentingnya peran serta mereka dalam pembangunan desa saat ini. Sering kita masih melihat generasi muda desa saat ini masih asyik dalam kehidupan yang bergaya kota, yang mana menurutnya gaya hidup anak muda masa kini. Semoga tulisan ini dapat membuka pikiran untuk saatnya mereka bangun dan bergerak demi kemajuan desanya.